Rusun sebagai alternatif relokasi pembangunan Tol Tengah Surabaya....?????  

Posted by Rizky Rangga Wijaksono in

Perencanaan rumah susun merupakan suatu upaya dan kegiatan untuk mengkoordinasikan perkembangan kota, termasuk di dalamnya perencanaan kota. Hal ini berkaitan dengan jumlah penduduk di suatu kota yang semakin meningkat sedangkan kondisi lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan suatu rumah sudah semakin sedikit. Untuk itu perencanaan rumah rusun ada yang mana pembangunannya vertikal keatas dan dapat dihuni oleh banyak penduduk.

Rusun adalah sesuatu yang baru bagi masyarakat, cukup banyak permasalahan yang menyangkut pengelolaan rumah susun. Permasalahan penghunian datang dari kenyataan bahwa menghuni rumah susun masih dirasakan sebagai bentuk budaya baru yang memerlukan waktu penyesuaian. Perbedaannya, rumah susun terdiri dari beberapa lantai hunian, merupakan bentuk perubahan hidup yang biasa melekat dengan tanah yang akan merubah pola interaksi sosialnya. Kendala lain adalah masalah penghunian , pada awal penghunian sudah diadakan seleksi sesuai dengan target sasasan, yaitu masyarakat menengah ke bawah.

Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya.

Studi Kasus adalah pada rencana pembangunanan Tol Tengah Surabaya (TTS) yang akan dibangun mulai dari Bundaran Waru hingga Moro Krembangan, melintasi tengah Kota Surabaya. Pembangunan ini memakan biaya sampai Rp 9 T yang ditanggung oleh investor namun harus merelokasi 4.500 rumah tangga ke tempat yang layak. Jika pembangunan tol dan relokasi ini benar-benar dilaksanakan maka harus menginstalasi ulang jaringan PDAM, PLN dan Telekomunikasi yang juga tidak menggunakan biaya yang sedikit.

Relokasi warga korban pembangunan tol ini direncanakan akan dipindahkan ke rusun atau apartemen murah, padahal akhir-akhir ini biaya retribusi dari rusun direncanakan juga akan naik. Dengan adanya hal demikian, tentunya warga juga harus berpikir ulang jika memang dipindahkan ke rusun. Walaupun dijanjikan bahwa pembangunan rusun ini ditanggung investor, tapi bagaimana dengan biaya retribusi tiap bulan/tahunnya? Sebagai acuan saja, warga Rusun Randu yang merupakan bekas pengggusuran stren kali Jagir, Wonokromo saat ini sedang dibingungkan dengan masalah pembayaran uang sewa. Saat proses penggusuran, warga dijanjikan akan digratiskan selama 10 tahun, namun faktanya, baru 1,5 tahun Pemkot sudah berencana menaikkan tarif sewa rusun.

Dalam studi kasus korban relokasi TTS ini, ada pihak-pihak yang awalnya telah bertentangan atau konflik,yakni dari pihak DPRD yang pro TTS dan pihak akademisi, Pemkot, dan korban relokasi yang kontra, sebenarnya yang menjadi pertimbangan adalah dampak pembangunan TTS yang diterima oleh korban relokasi nantinya, mereka yang akan dipindahkan ke rusun belum tentu mendpatkan penghidupan yang lebih baik dari tempat tinggal sebelumnya, resikonya juga tinggi terkait faktor sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu solusinya adalah sehingga kedua belah pihak yang memiliki konflik butuh memanajemeni konflik yang ada dan konflik ini bisa menggunakan metode join problem solving untuk menyelesaikan konflik yang ada. Metode ini diharapkan dapat menyelesaikan konflik yang terjadi terkait pembangunan TTS dengan cara win-win solution antara pihak pro dan kontra agar tidak ada pihak yang dirugikan khususnya korban relokasi.

This entry was posted at 09.41.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

7 komentar

Anonim  

Mohon didetailkan lagi, rumah susun seperti apa yang layak sebagai 'tempat' relokasi bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan Tol Tengah di Kota Surabaya, mengingat rumah susun sendiri menurut Saya terkesan kumuh. Dan apakah sasaran penghuni rumah susun hanya masyarakat menengah ke bawah, bagaimana dengan masyarakat yang berpenghasilan menengah keatas namun ikut terkena dampak pembangunan Tol Tengah..????

10 Januari 2011 pukul 18.58
Anonim  

terlalu memaksakan kehendak dan tidak memikirkan dampak kedepannya seperti yang saudara bilang ttg relokasi, dan dampak-dampak yang lainnya seperti perusakan lingkungan, dan mungkin saja apabila tol ini telah ada maka saya rasa tidak akan menyelesaikan masalah kemacetan. apalagi ditambah dengan BBM yang akan naik maka akan membuat pembangunan TOL ini menjdi percuma.

11 Januari 2011 pukul 05.20

di sini saya hanya mempertanyakan apakah rusun cocok untuk relokasi dari dampak pembangunan tol tengah, dengan membandingkan rusun yang ada di surabaya saat ini....
Nyatanya dengan kondisi saat ini, saya rasa bukan solusi yang terbaik mengingat rusun yang belum beroperasi secara optimal di Surabaya,contohnya kumuh seperti yang yg telah dibilang.

Kalo ditanya rusun yang baik... tentu saja rusun yang layak untuk ditinggali,jauh dari kesan kumuh,lancar jaringan utilitas maupun lengkap sarana san tepat sasaran tentunya.

Untuk itu saya tawarkan join problem solving,karena yang dilibatkan dalam pembangunan tol ini adalah banyak pihak dan tidak sedikit pula yang terkena dampak nya.

11 Januari 2011 pukul 06.06

Terlepas relokasi tsb merupakan dampak suatu pembangunan atau apapun juga, transformasi kehidupan sosial horisontal ke sosial vertikal memang gampang-gampang susah (bukan susah-susah gampang :p)

Secanggih apapun sarana utilitas rusun tsb namun apabila desain rusun tidak siap mewadahi "kekagetan" transformasi tsb, maka saya rasa permasalahan klasik akan selalu muncul.

Contoh paling sederhana adalah ; kita lihat bagaimana efektifnya ruang terbuka antar rumah sebagai perekat kehidupan sosial horisontal masyarakat menengah, bagaimanakah mentransformasikannya ke dalam format vertikal?

Sebuah tantangan menarik bagi para perancang :D

11 Januari 2011 pukul 13.14

prmasalahan klasik sperti interaksi sosial mngkin hal yg lumrah di rusun,mngingat khidupan mreka lngsung tersekat oleh,kamar dan lantai (tidak ada ruang interaksi)... "hal kecil sperti ini jga prlu direncanakan dlam pmbangunan rusun agar LAYAK utk dhuni"

:p)
rumah itu sbagi bentuk pengejawantahan diri...bkan hanya kebutuhan melainkan juga sebagai bentuk aktualisasi diri...

Kalo sebanyak 4.500 rumah tangga direlokasi di rusun, kebutuhan merekamngkin trckupi tpi bntuk aktualisasi diri mreka tdak kesampaian...hehe

11 Januari 2011 pukul 17.01

yaaaa hot topic skali bung mslh TTS ini,,nice info....

sllu brharap keputusan yg terbaik dr pemkot stlah melihat adany alasan pro dan kontra dri masyarakat..

nah dari paparan permaslahan, anda memberikan solusi dgn cara memanajemeni konflik yang ada dan konflik ini bisa menggunakan metode join problem solving...

seperti apakah metode ini?
alangkah baiknya jika anda memaparkan bgmn metode ini sangat cocok diterapkan dl konflik TTS ini..terimakasih

13 Januari 2011 pukul 21.13

join problem solving adalah cara menyelesaiakan suatu konflik yg akan dimulai melalui identifikasi kepentingan antara pihak yg terlibat dlam hal ini phak pro dan kontra.

Stelah itu, diadakan pertemuan antara keduabelah phak untuk mendapatkan kesepakatan yg baik diantara keduanya....

intiny seperti itu

13 Januari 2011 pukul 22.20

Posting Komentar